Minggu, 22 Desember 2019

FOTO MASA KECIL HINGGA ORANG TUA






















Statistik menggunakan PLS-SEM (2)



Partial Least Square (PLS), Pengertian, Fungsi, Tujuan, Cara


Pengertian Partial Least Square (PLS), Fungsi, Tujuan, Cara dan Algoritma

Partial least square atau yang biasa disingkat PLS adalah jenis analisis statistik yang kegunaannya mirip dengan SEM di dalam analisis covariance. Oleh karena mirip SEM maka kerangka dasar dalam PLS yang digunakan adalah berbasis regresi linear. Jadi apa yang ada dalam regresi linear, juga ada dalam PLS. Hanya saja diberi simbol, lambang atau istilah yang berbeda. Seperti apa? tetap dalam artikel-artikel kami, maka pertanyaan tersebut akan terjawab dengan sendirinya nanti.
Dalam bahasan tentang PLS, tentunya tidak akan cukup hanya dalam satu artikel. Maka kami akan buat dalam serangkaian artikel, yang cara penyampaiannya kami upayakan sederhana dan mudah dipahami serta berbasis studi kasus atau contoh langsung pengoperasiannya dalam software misal smartPLS.
Jadi mungkin seperti artikel lainnya dalam statistikian.com, kami coba memberikan penjelasan yang sederhana, dasar, mudah dipahami dan praktis agar kiranya para pembaca langsung dapat mempraktekannya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (kayak teks proklamasi ya). Dalam beberapa bagian dari serangkaian artikel tersebut, akan kami ambil dari berbagai tulisan para ahli dalam buku maupun blogger yang beredar di berbagai blog. (Sebelumnya terima kasih pada para ahli dan blogger-blogger ya.)

Pengertian Partial least square

Partial least square adalah suatu teknik statistik multivariat yang bisa untuk menangani banyak variabel respon serta variabel eksplanatori sekaligus. Analisis ini merupakan alternatif yang baik untuk metode analisis regresi berganda dan regresi komponen utama, karena metode ini bersifat lebih robust atau kebal. Robust artinya parameter model tidak banyak berubah ketika sampel baru diambil dari total populasi (Geladi dan Kowalski, 1986).
Partial Least Square suatu teknik prediktif yang bisa menangani banyak variabel independen, bahkan sekalipun terjadi multikolinieritas diantara variabel-variabel tersebut (Ramzan dan Khan, 2010).
Menurut Wold, PLS adalah metode analisis yang powerfull sebab tidak didasarkan pada banyak asumsi atau syarat, seperti uji normalitas dan multikolinearitas. Metode tersebut mempunyai keunggulan tersendiri antara lain: data tidaklah harus berdistribusi normal multivariate. Bahkan indikator dengan skala data kategori, ordinal, interval sampai rasio dapat digunakan. Keunggulan lainnya adalah ukuran sampel yang tidak harus besar.

Penemu PLS

PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman O. A. Wold dalam bidang ekonometrik pada tahun 1960-an. Kelebihan dari Partial Least Square yang penting adalah dapat menangani banyak variabel independen, bahkan meskipun terjadi multikolinieritas diantara variabel-variabel independen.
Analisis regresi berganda sebenarnya masih dapat digunakan ketika terdapat variabel prediktor yang banyak. Namun, jika jumlah variabel tersebut terlalu besar (misal lebih banyak variabel dari pada jumlah observasi), maka akan diperoleh model yang fit dengan data sampel, tapi akan gagal memprediksi untuk data baru. Fenomena ini disebut overfitting.
Dalam kasus overfitting seperti itu, meskipun terdapat banyak faktor manifes, mungkin saja hanya terdapat sedikit faktor laten yang paling bisa menjelaskan variasi dalam respon. Maka muncullah ide PLS. Ide umum dari PLS adalah untuk mengekstrak faktor-faktor laten tersebut, yang menjelaskan sebanyak mungkin variasi faktor manifes saat memodelkan variabel respon.

Algoritma PLS

Untuk sub bagian tentang algoritma ini, terus terang jangan diambil hati ya. Bagi yang kesulitan, silahkan dibaca saja dulu. Perkara paham atau tidak, tidak jadi masalah. Yang penting pada artikel berikutnya anda bisa melakukan analisis yang namanya Partial Least Square.
Misalnya X adalah matriks yang berukuran n x p dan Y adalah matriks berukuran n x q. Maka prosedur PLS akan mengekstraksi faktor dari X dan Y tersebut berturut-turut sedemikian hingga diantara faktor-faktor yang terekstrak memiliki kovarian yang maksimal. Metode PLS juga bisa bekerja dengan variabel respon berganda.
Dengan tekhnik Partial Least Square ini akan dicoba untuk mencari suatu dekomposisi linier dari X dan Y . Sehingga rumusnya adalah:
Decomposisi Linear X dan Y
Decomposisi Linear X dan Y (Gambar dikutip dari https://statistikakomputasi.wordpress.com/2010/08/11/partial-least-square-regression/)
Kolom dari T merupakan vektor laten, dan U = TB, yaitu regresi dari vektor laten t sehingga:
Y = TBQT + F
Vektor laten dapat dipilih dalam berbagai cara. Dalam persamaan di atas, maka setiap set vektor ortogonal pembentuk ruang kolom dari X bisa digunakan. Untuk menentukan T, maka diperlukan kondisi tambahan.
Untuk regresi PLS, yaitu mencari dua set bobot yang dinotasikan dengan w dan c dalam rangka menciptakan suatu kombinasi linier pada kolom-kolom X dan Y sehingga kombinasi linier ini memiliki kovarian yang maksimum. Secara khusus, tujuannya adalah memperoleh pasangan vektor.
t = Xw dan u = Yc
Dengan konstrain wTw = 1, tTt = 1 dan tTu adalah maksimal. Ketika vektor laten pertama telah dihitung, maka vektor tersebut disubstraksi dari X maupun Y dan prosedur diulang sampai dengan X menjadi matriks nol.

NIPALS

Algoritma standar untuk menghitung komponen (faktor) PLS adalah nonlinear iterative partial least square atau disingkat NIPALS yang pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1966a). Algoritma NIPALS merupakan inti paling penting dalam PLS dan mempelajarinya merupakan kunci untuk memahami metode PLS.
Ide dasar dalam algoritma ini adalah mengestimasi parameter t dan u dengan suatu proses iteratif dari regresi least square. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam algoritma NIPALS:
Non Linear Iterative Partial Least Square (NIPALS)Non Linear Iterative Partial Least Square (NIPALS). (Gambar dikutip dari https://statistikakomputasi.wordpress.com/2010/08/11/partial-least-square-regression/)

Tujuan Partial Least Square

Walaupun Partial Least Square digunakan untuk menkonfirmasi teori, tetapi dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel laten. Partial Least Square dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator formatif dan hal ini tidak mungkin dijalankan dalam Structural Equation Model (SEM) karena akan terjadi unidentified model.
PLS mempunyai dua model indikator dalam penggambarannya, yaitu: Model Indikator Refleksif dan Model Indikator Formatif.

Model Indikator Refleksif

Model Indikator Refleksif sering disebut juga principal factor model dimana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh konstruk laten atau mencerminkan variasi dari konstruk laten.
Di bawah ini adalah contoh model hubungan reflektif:
Model Reflektif PLSModel Reflektif PLS
Gambar diatas menunjukkan bahwa: Variabel laten Y diukur dengan blok X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara reflektif.
Model reflektif mencerminkan bahwa setiap indikator merupakan pengukuran kesalahan yang dikenakan terhadap variabel laten. Arah sebab akibat ialah dari variabel laten ke indikator dengan demikian indikator-indikator merupakan refleksi variasi dari variabel laten (Henseler, Ringle & Sinkovicks, 2009). Dengan demikian perubahan pada variabel laten diharapkan akan menyebabkan perubahan pada semua indikatornya.
Pada Model Refleksif konstruk unidimensional digambarkan dengan bentuk elips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator, model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator.
Model Indikator Refleksif harus memiliki internal konsistensi oleh karena semua ukuran indikator diasumsikan semuanya valid indikator yang mengukur suatu konstruk, sehingga dua ukuran indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan.
Walaupun reliabilitas (cronbach alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan.

Model Indikator Formatif

Model Formatif tidak mengasumsikan bahwa indikator dipengaruhi oleh konstruk tetapi mengasumsikan semua indikator mempengaruhi single konstruk. Arah hubungan kausalitas mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai grup secara bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari konstruk laten.
Di bawah ini adalah contoh model hubungan formatif:
Model Formatif PLSModel Formatif PLS
Gambar diatas menunjukkan bahwa: Variabel laten Y diukur dengan blok X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara formatif.
Jasa Olah dan Analisis Statistik BSI
Model hubungan formatif ialah hubungan sebab akibat berasal dari indikator menuju ke variabel laten. Hal ini dapat terjadi jika suatu variabel laten didefinisikan sebagai kombinasi dari indikator-indikatornya. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada indikator-indikator akan tercermin pada perubahan variabel latennya.
Oleh karena diasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk laten maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi. Tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator atau secara konsisten bahwa model formatif berasumsi tidak adanya hubungan korelasi antar indikator. Karenanya ukuran internal konsistensi reliabilitas (cronbach alpha) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif.
Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah (cronbach alpha), untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat variabel lain yang mempengaruhi konstruk laten.
Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nomological dan atau criterion-related validity. Implikasi lain dari Model Formatif adalah dengan menghilangkan satu indikator dapat menghilangkan bagian yang unik dari konstruk laten dan merubah makna dari konstruk.

Fungsi Partial Least Square

Setelah para pembaca menelaah secara seksama penjelasan yang lumayan panjang diatas, tentunya bisa jadi malah tambah pusing. Maka bukan maksud untuk menyepelekan tulisan yang diatas, lupakanlah atau simpan saja hasil bacaan anda diatas. Secara mudahnya saya coba simpulkan dari kaca mata orang yang awam ilmu statistik. Yaitu sebagai berikut:
1.   Partial Least Square adalah analisis yang fungsi utamanya untuk perancangan model, tetapi juga dapat digunakan untuk konfirmasi teori.
2.   PLS tidak butuh banyak syarat atau asumsi seperti SEM. Apa itu SEM nanti akan saya jelaskan lebih lanjut pada artikel lainnya.
3.   Fungsi Partial Least Square kalau dikelompokkan secara awam ada 2, yaitu inner model dan outer model. Outer model itu lebih kearah uji validitas dan reliabilitas. Sedangkan inner model itu lebih kearah regresi yaitu untuk menilai pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya.
4.   Kecocokan model pada Partial Least Square tidak seperti SEM yang ada kecocokan global, seperti RMSEA, AGFI, PGFI, PNFI, CMIN/DF, dll. Dalam PLS hanya ada 2 kriteria untuk menilai kecocokan model, yaitu kecocokan model bagian luar yang disebut dengan outer model dan kecocokan bagian dalam yang disebut dengan inner model. Sehingga maksud poin 3 diatas adalah menjelaskan poin 4 ini. Untuk kecocokan model bagian luar ada 2 yaitu pengukuran reflektif dan pengukuran formatif, yang sudah dijelaskan diatas.
5.   Penilaian kecocokan model bagian luar atau outer model antara lain: Reliabilitas dan validitas variabel laten reflektif dan validitas variabel laten formatif.
6.   Penilaian kecocokan model bagian dalam antara lain: Penjelasan varian variabel laten endogenous, ukuran pengaruh yang dikontribusikan dan relevansi dalam prediksi.
Setelah membaca semua penjelasan partial least square diatas, tentunya para pembaca bertanya-tanya: seperti apakah sih bentuk nyata dari penilaian kecocokan model, yang terdiri dari outer dan inner model tersebut? Untuk itu akan kami bahas dalam artikel selanjutnya tentang PLS SEM: Pengukuran Kecocokan Model (Inner Model dan Outer Model).
Demikian diatas sedikit pengantar atau penjelasan dari analisis Partial Least Square. Kami akan terus membuat berbagai macam artikel yang berkaitan dengan Partial Least Square ini sampai ke contoh Partial Least Square dalam pengujiannya menggunakan software seperti smartPLS.





Statistik menggunakan PLS-SEM (3)




Olah data SEM dengan LISREL, AMOS atau SMART PLS?

olah-data-sem

Structural Equation Modelling atau lebih dikenal dengan SEM merupakan suatu metode analisis statistik multivariat. Melakukan olah data SEM berbeda dengan melakukan olah data regresi atau analisis jalur. Olah data SEM lebih rumit, karena sem dibangun oleh model pengukuran dan model struktural.
Untuk melakukan olah data sem dengan lebih mudah, tentu kita membutuhkan bantuan software statistik. Saat ini sudah tersedia berbagai macam softareuntuk olah data SEM diantaranya adalah Lisrel, AMOS dan Smart PLS. Diantara software-software statistik tersebut, mana yang cocok untuk digunakan. Berikut ulasan singkatnya:
Kelebihan Lisrel
Lisrel dikembangkan oleh Karl Jöreskog and Dag Sörbom. Lisrel adalah software statistik yang digunakan paling meluas dikalangan peneliti maupun praktisi. Kelebihan dari software lisrel adalah kemampuannya mengidentifikasi hubungan antara variabel yang kompleks. Cara mengoperasikannya yang terdiri dari bebagai pilihan, baik dengan syntax maupun dengan program sederhana, menjadikannya lebih banyak digunakan berbagai kalangan. Syntax tentu akan disukai bagi pengguna yang memang faham dengan bahasa pemograman. Sementara Simplis atau simple lisrel merupakan alternatif bagi mereka yang awam dengan bahasa pemograman.
Pilihan berbagai metode estimasi sudah tersedia di Lisrel, sehingga tidak terpaku kepada satu metode estimasi Maximum Likelihood. Itu tergantung kondisi data, metode estimasi mana yang akan kita gunakan.
Kekurangan Lisrel
Satu hal kekurangan dari software lisrel ini adalah ketidakmampuannya mengolah data sem dengan jumlah sampel yang sedikit. Ketika kita memiliki sampel kurang dari 200, sementara modelnya kompleks, maka terkadang hasil estimasi tidak sesuai dengan harapan kitan.
Kelebihan Amos
Sama halnya dengan SPSS, AMOS merupakan software statistika yang dikembangkan oleh IBM. Sofware amos memang dikhususkan untuk membantu menguji hipotesis hubungan antar variabel. Melalui software ini, kita dapat mengetahui tingkat kekuatan hubungan antara variabel baik antara variabel laten maupun dengan variabel manifest. Seberapa signifikan hubungan antara variabel, dan seberapa fit model hipotesis dibandingkan dengan data riil lapangan.
Kelebihan Amos adalah kita tidak memerlukan syntax atau bahasa pemograman yang rumit untuk mengoperasikan software ini. Bagi pemula, atau yang awam dengan bahasa pemograman tentu ini merupakan keuntungan tersendiri. Melalui amos, kita cukup menggambarkan variabel laten dan variabel manifest, lalu menghubungkannya melalui panah-panah yang tersedia.
Kekurangan Amos
Kelebihan amos sekaligus menjadi kekurangan Amos. membuat gambar yang sangat banyak ketika model sudah kompleks, tentu menjadi pekerjaan yang sangat membosankan. Padahal, pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan lebih sederhana melalui bahasa pemograman. Kita tinggal copy syntax dan mengganti beberapa variabel, kemudan running, maka selesailah sekompleks apapun model yang hendak dibuat.
Kelebihan Smart PLS
Smart PLS atau Smart Partial Least Square adalah software statistik yang sama tujuannya dengan Lisrel dan AMOS yaitu untuk menguji hubungan antara variabel, baik sesama variabel latent maupun dengan variabel indikator, atau manifest.
Penggunaan Smart PLS sangat dianjutkan ketika kita mememiliki keterbatasan jumlah sampel sementara model yang dibangung kompleks. hal ini tidak dapat dilakukan ketika kita menggunakan kedua software di atas. mereka membutuhkan kecukupan sampel.
Kelebihan lainnya dai Smart PLS adalah kemampuannya mengolah data baik untuk model SEM formatif ataupun reflektif. model SEM formatif memiliki ciri-ciri diantaranya adalah variabel latent atau konstruk dibangun oleh variabel indikator dimana panah mengarah dari variabel konstruk ke variabel indikator. Model SEM reflektif adalah model SEM dimana variabel konstruk merupakan refleksi dari variabel indikator, sehingga panahnya mengarah dari variabel indikator ke variabel latent. Secara statistik, konsekuensinya adalah tidak akan ada nilai error pada variabel indikator.
Kekurangan Smart PLS
Oleh karena software ini dkhususkan untuk melakukan olah data sem dengan sampel kecil, maka tidak cocok digunakan untuk penelitian dengan sample besar




Statistik menggunakan PLS-SEM (1)





Perbandingan SEM dengan SEM PLS
21MARBy richie
Kita akan sedikit review kembali pembahasan kita terkait SEM dan SEM PLS, yang banyak sekali didapati kebingungan penggunaannya pada sebagian peneliti atau data master yang masuk melalui beberapa pertanyaan kepada kita. Bahwa peneliti tidak perlu memaksakan data yang dimiliki untuk memilih SEM sebagai final tools untuk menghasilkan model struktural atas data yang dimiliki, sedangkan data tersebut memiliki banyak kelemahan dalam pemenuhan asumsi model SEM. Tidak sedikit akhirnya peneliti atau data master melakukan manipulasi data (terutama pada penelitian sosial-angket) hanya agar diperoleh output model SEM dengan LISREL (salah satunya). Perlu dipahami bahwa ada alternatif lain bagi peneliti atau data master dalam menghasilkan model struktural atas data yang dimiliki ketika asumsi-asumsi model SEM tidak terpenuhi yaitu dengan SEM-PLS, hal ini agar peneliti atau data master tetap dapat menjaga keaslian hasil dari penelitian yang dilakukan.
Lebih dalam terkait dengan SEM dan SEM-PLS kita akan uraikan pada bagian berikut.  
Pengertian PLS
Dalam sebuah penelitian sering kali peneliti dihadapkan pada kondisi di mana ukuran sampel cukup besar, tetapi memiliki landasan teori yang lemah dalam hubungan di antara variable yang dihipotesiskan. Namun tidak jarang pula ditemukan hubungan di antara variable yang sangat kompleks, tetapi ukuran sampel data kecil. Partial Least Square (PLS) adalah salah satu metode alternative Structural Equation Modeling (SEM) yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Terdapat dua pendekatan dalam Structural Equation Modeling (SEM), yaitu SEM berbasis covariance (Covariance Based-SEM, CB-SEM) dan SEM dengan pendekatan variance (VB-SEM) dengan teknik Partial Least Squares (PLS-SEM). PLS-PM kini telah menjadi alat analisis yang popular dengan banyaknya jurnal internasional atau penelitian ilmiah yang menggunakan metode ini. Partial Least Square disingkat PLS merupakan jenis analisis SEM yang berbasis komponen dengan sifat konstruk formatif. PLS pertama kali digunakan untuk mengolah data di bidang economertrics sebagai alternative teknik SEM dengan dasar teori yang lemah. PLS hanya berfungsi sebagai alat analisis prediktor, bukan uji model.
Semula PLS lebih banyak digunakan untuk studi bidang analyticalphysical dan clinical chemistry. Disain PLS dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan analisis regresi dengan teknik OLS (Ordinary Least Square) ketika karakteristik datanya mengalami masalah, seperti : (1). ukuran data kecil, (2). adanya missing value, (3). bentuk sebaran data tidak normal, dan (4). adanya gejala multikolinearitas. OLS regression biasanya menghasilkan data yang tidak stabil apabila jumlah data yang terkumpul (sampel) sedikit, atau adanya missing values maupun multikolinearitas antar prediktor karena kondisi seperti ini dapat meningkatkan standard error dari koefisien yang diukur (Field, 2000 dalam Mustafa dan Wijaya, 2012:11).
PLS yang pada awalnya diberi nama NIPALS (Non-linear Iterative Partial Least Squares) juga dapat disebut sebagai teknik prediction-oriented. Pendekatan PLS secara khusus berguna juga untuk memprediksi variable dependen dengan melibatkan sejumlah besar variable independen. PLS selain digunakan untuk keperluan confirmatory factor analysis (CFA), tetapi dapat juga digunakan untuk exploratory factor analysis (EFA) ketika dasar teori konstruk atau model masih lemah. Pendekatan PLS bersifat asymptotic distribution free (ADF), artinya data yang dianalisis tidak memiliki pola distribusi tertentu, dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio.
Pendekatan PLS lebih cocok digunakan untuk analisis yang bersifat prediktif dengan dasar teori yang lemah dan data tidak memenuhi asumsi SEM yang berbasis kovarian. Dengan teknik PLS, diasumsikan bahwa semua ukuran variance berguna untuk dijelaskan. Karena pendekatan mengestimasi variable laten diangap kombinasi linear dari indikator, masalah indereminacy dapat dihindarkan dan memberikan definisi yang pasti dari komponen skor. Teknik PLS menggunakan iterasi algoritma yang terdiri dari serial PLS yang dianggap sebagai model alternative dari Covariance Based SEM (CB-SEM). Pada CB-SEM metode yang dipakai adalah Maximum Likelihood (ML) berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke confirmatory. PLS dimaksudkan untuk causal-predictive analysis dalam kondisi kompleksitas tinggi dan didukung teori yang lemah.
Seperti penjelasan di muka, metode PLS juga disebut teknik prediction-oriented. Pendekatan PLS secara khusus berguna untuk meprediksi variable dependen dengan melibatkan banyak variable independen. CB-SEM hanya mampu memprediksi model dengan kompleksitas rendah sampai menengah dengan sedikit indikator.
VB-SEM (PLS-SEM ) vs. CB-SEM (AMOS dan LISREL)
Analisis SEM secara umum dapat dibedakan menjadi Variance Based SEM (VB SEM) dan Covariace Based SEM (CBSEM). Pendekatan PLS-SEM didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi model yang relevan. PLS-SEM menggunakan algoritma iteratif yang terdiri atas beberapa analisis dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Squares). Oleh karena itu, dalam PLS-SEM persoalan identifikasi tidak penting. PLS-SEM justru mampu menangani masalah yang biasanya muncul dalam analisis SEM berbasis kovarian. Pertama, solusi model yang tidak dapat diterima (inadmissible solution) seperti munculnya nilai standardized loading factor > 1 atau varian bernilai 0 atau negatif. Kedua, faktor indeterminacy yaitu faktor yang tidak dapat ditentukan seperti nilai amatan untuk variable laten tidak dapat diproses. Karena PLS memiliki karakteristik algoritma interatif yang khas, maka PLS dapat diterapkan dalam model pengukuran reflektif maupun formatif. Sedangkan analisis CB-SEM hanya menganalisis model pengukuran reflektif (Yamin dan Kurniawan, 2011:15).
Dengan demikian, PLS-SEM dapat dikatakan sebagai komplementari atau pelengkap CB SEM (AMOS dan LISREL) bukannya sebagai pesaing. Terdapat 10 kriteria perbandingan sederhana antara penggunaan VBSEM (PLS–SEM) dengan CBSEM (AMOS dan LISREL) dapat dilihat pada Table 1.1.
SEM-PLS, SmartPLS
Dengan berbekal informasi di atas, diharapakan dapat memperjelas bagi peneliti atau data master dalam menerapkan data pada model struktural yang hendak di bentuknya, SEM atau SEM-PLS. Diharapkan juga bahwa peneliti atau data master tidak memaksakan model SEM pada data sedangkan pemenuhan asumsi pada pemodelan SEM sangat lah kurang (banyak kasus dengan memanipulasi data – terutama pada penelitian sosial). Dari informasi di atas jelaslah bahwa dengan penggunaan SEM-PLS sangat tepat untuk peneliti atau data master yang memiliki data yang memiliki banyak kekurangan dalam pemenuhan asumsi model SEM. Hal ini guna memperoleh hasil maksimal dari pemodelan SEM yang dilakukan dan secara prinsip SEM-PLS merupakan alat yang sama dalam pencarian jawaban atas pemodelan struktural suatu teori atas data yang dimiliki. SEMANGAT MEMAHAMI!!!
Sumber : Petunjuk Praktikum Smart-PLS